Sabtu, 06 Juni 2015

Kisruh Golkar, Bareskrim Tetapkan Dua Tersangka Baru



Tersangka dalam kasus pemalsuan mandat untuk datang ke Munas Golkar Ancol yang digelar oleh kubu Agung Laksono (AL) bertambah lagi. Direktorat Pidana Umum Bareskrim menetapkan dua tersangka baru.
Informasi yang didapat oleh Beritasatu.com, kedua tersangka itu adalah Mochamad Juli dari Lebak dan Suhardi dari Tangerang. Keduanya dikenakan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen. Juli ini mantan pengurus DPD Golkar Lebak.
Keduanya akan diperiksa sebagai sebagai tersangka pada Jumat (15/5) besok. Itu adalah pemeriksaan pertama mereka.
Direktur Pidana Umum Bareskrim Brigjen Herry Prastowo dan wakilnya Kombes Tonny Hermanto belum merespon saat dihubungi Beritasatu.com. Mereka juga belum membalas SMS yang dikirim.
Sedangkan Karo Penmas Polri Brigjen Agus Rianto mengaku belum tahu dan meminta waktu untuk mendapatkan informasi dimaksud. "Saya cek dulu ya," katanya Kamis (14/5).
Seperti diberitakan, kubu Abu Rizal Bakrie (ARB) melaporkan dugaan adanya pemalsuan surat mandat oleh sejumlah pihak untuk datang ke Munas Ancol yang digelar kubu AL. Pihak ARB juga melaporkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly terkait penyalahgunaan wewenang sebagaimana yang diatur pasal 421 KUHP.
Menteri yang merupakan kader PDIP itu dituding melakukan manipulasi putusan mahkamah Partai Golkar yang kemudian dijadikannya alasan untuk mengesahkan hasil Munas Ancol. Dua tersangka kubu AL yang telah lebih dulu ditetapkan adalah Hasbi Sani yang merupakan Ketua DPD Golkar Pasaman Barat dan Dayat Hidayat Sekretaris DPD Golkar Pandeglang.
Mereka ditetapkan sebagai tersangka atas laporan Zoerman Manaf selaku ketua DPD Partai Golkar Jambi dengan LP no 289/III/2015/Bareskrim tanggal 11 Maret 2015 lalu. Manaf adalah kader Golkar kubu ARB. Oleh polisi kedua nama terakhir juga disangka melakukan pemalsuan surat dan dikenakan Pasal 263 KUHP dengan ancaman 6 tahun penjara.
Mereka berdua telah diperiksa pada April lalu. Penyidik juga mendalami apakah mereka nekat hadir dengan surat mandat palsu itu karena kesadaran sendiri, karena perintah, atau karena iming-iming sesuatu. Hingga kini keduanya belum ditahan karena kooperatif.
Pasca penandatanganan kesepakatan mekanisme pencalonan kepala daerah oleh kubu Golkar Munas Bali dan kubu Munas Ancol, suasana Partai Golkar nampaknya belum membaik.
Belum lama ini, Ketua Umum DPP Golkar Munas Ancol, Agung Laksono melarang DPP Gokar Munas Bali yang dipimpin Aburizal Bakrie menggunakan kantor DPP Golkar di Slipi, Jakarta Barat.
Menanggapi situasi Partai Golkar tersebut, Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) meminta supaya dua kubu menahan diri dan lebih tenang dalam bertindak atau memberikan pernyataan.
"Saya berharap dua pihak, saya sudah bicara low profile, jangan membuat pernyataan yang (pedas)," kata JK di kantor Wapres, Jakarta, Kamis (4/6).
Kembali JK mengingatkan bahwa yang terpenting adalah Golkar bisa ikut dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada 9 Desember 2015 mendatang.
"Saya kira itu yang penting ikut pilkada dulu," tegasnya.
Dengan bantuan JK, dua kubu Partai Golkar, kubu Aburizal Bakrie (ARB) dan kubu Agung Laksono memang akhirnya menandatangani kesepakatan mengenai mekanisme penentuan calon kepala daerah yang akan didukung dalam Pilkada serentak.
Walaupun, dalam kesepakatan tersebut, juga belum ditentukan kepengurusan DPP yang akan menandatangani pencalonan kepala daerah dari Partai Golkar.
Namun, pasca penandatanganan, kubu Agung Laksono tetap melarang kubu ARB menggunakan kantor DPP Golkar sampai pengadilan mengeluarkan keputusan.
Seperti diketahui, proses hukum terkait keabsahan kepengurusan Partai Golkar masih bergulir dalam ranah hukum.
Belakangan, Menteri Hukum dan HAM (MenkumHAM) Yasonna Laoly mengajukan banding atas putusan PTUN dalam sengketa kepengurusan Partai Golkar.
Banding tersebut diajukan setelah majelis hakim PTUN yang diketuai Teguh Satya Bakti memutuskan membatalkan SK Menkumham yang mengesahkan kepengurusan Agung Laksono.
Kemudian, guna mengantisipasi terjadinya kekosongan kepengurusan Golkar jelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara serentak, hakim menyatakan bahwa kepengurusan yang berlaku yakni berdasarkan hasil Munas Riau tahun 2009.
Hasil Munas Riau tahun 2009 tersebut, menyatakan bahwa Aburizal Bakrie merupakan Ketua Umum DPP Partai Golkar dan Agung Laksono menjabat sebagai Wakil Ketua Umum. Posisi Sekretaris Jenderal dijabat oleh Idrus Marham.
Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie menggelar rapat konsultasi nasional (rakonas) pada Selasa (2/6) malam di Hotel Sutan, Jakarta. Rapat ini dihadiri oleh pengurus DPD 1 Partai Golkar dan DPP Partai Golkar.
Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (ARB) mengungkapkan bahwa rakonas ini bertujuan memberikan penjelasan perkembangan terakhir konflik Partai Golkar terkait islah terbatas dengan kubu Agung Laksono dan hasil putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Utara.
“Agenda menjelaskan pertama islah sementara untuk pilkada. Kedua memberitahukan putusan sela dari Jakarta Utara dan implikasinya kepada Golkar," ujar ARB sebelum rapat dimulai. Rakernas ini tertutup bagi wartawan.
Sebagaimana diketahui, sebelumnya, kedua kubu Partai Golkar telah menandatangani empat kesepakatan yang merupakan rekomendasi dari mantan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla di kediamannya. Empat kesepakatan tersebut, antara lain, pertama, setuju mendahulukan kepentingan Partai Golkar ke depan sehingga ada calon kepala daerah yang diajukan.
Kedua, setuju untuk membentuk tim penjaringan bersama di daerah-daerah baik provinsi maupun Kabupaten Kota, yang akan dilaksanakan Pilkada Serentak 2015, baik provinsi maupun kabupaten kota.
Ketiga, adapun calon yang diajukan maupun kriteria yang disepakati bersama. Keempat, untuk mendapatkan calon yang diajukan Partai Golkar pada Juli 2015 usulan dari Partai Golkar ditandatangani oleh DPP Golkar yang diakui KPU.
Sementara, PN Jakarta Utara mengabulkan permohonan provisi yang diajukan kubu Munas Bali pimpinan Aburizal Bakrie (ARB). Putusan ini menguatkan DPP Partai Golkar hasil Munas Riau 2009 sebagai kepengurusan yang sah.
PN Jakarta Utara menyatakan, sebelum ada keputusan yang berkekuatan hukum tetap terkait sengketa Partai Golkar yang melibatkan kubu Munas Bali dan kubu Munas Ancol pimpinan Agung Laksono, kepengurusan yang sah adalah hasil Munas Riau 2009 dengan Ketua Umum ARB dan Sekretaris Jenderal Idrus Marham.
Yustinus Paat/EPR
Sekretaris Jenderal Partai Golkar hasil Munas Ancol atau kubu Agung Laksono (AL), Zainudin Amali, mengaku kubunya serius menyelamatkan Partai Golkar agar mengikuti pilkada serentak 2015. Zainudin membantah jika kubunya tidak serius menjalankan kesepakatan bersama yang diinisiasi oleh Jusuf Kalla (JK).
"Kita akan melaksanakan apa yang telah disepakati dan ditandatangani dalam naskah kesepakatan kerja sama agar Partai Golkar ikut pilkada serentak. Itu pertanda keseriusan kita sebagai DPP Golkar yang berkantor di Slipi, ingin supaya Golkar ikut pilkada serentak," ujar Zainudin dalam konferensi pers, setelah berlangsungnya rapat harian DPP Partai Golkar di lantai 4 Kantor Golkar, Slipi, Jakarta, Jumat (5/6).
Zainudin mengimbau kepada seluruh kader Partai Golkar dan juga publik, untuk tidak menghiraukan sejumlah opini yang menilai kubu AL tidak serius mengupayakan Partai Golkar dalam mengikuti pilkada serentak 2015.
Sebagai bentuk keseriusan tersebut, lanjur Zainudin, kubu AL telah memilih dan mengumumkan pengurus yang menjadi tim penjaringan atau tim teknis dalam menjaring calon kepala daerah.
"Nama-nama yang duduk di tim kerja penjaringan kepala daerah, adalah Wakil Ketua Umum Yorrys Raweyai sebagai ketua tim dengan anggota-anggotanya Ibnu Munzir, Lawrence Siburian, Gusti Iskandar, dan Lamhot Sinaga," paparnya.
Selain membentuk tim penjaringan, kata Zainudin, kubunya juga telah membentuk tim pengarah pilkada yang lansung dipimpin oleh Ketua Umum Agung Laksono. Sementara, anggotanya terdiri dari Priyo Budi Santoso, Agus Gumiwang Kartasasmita, Zainudin Amali, Sari Yuliati dan Agun Gunanjar Sudarsa. "Bagaimana kerja tim dan operasionalnya, tentunya akan dikomunikasikan dengan tim ARB," tandas Zainudin. 

Konflik dualisme kepengurusan ditubuh Partai Golkar tidak juga berujung tuntas dan semakin krowdit. Keikutsertaan Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto mendamaikan kedua kubu tak mencapai solusi dan ternyata menambah permasalahan baru. Justru peran keluarga Cendana itu dituding semakin menghancurkan partai berlambang pohon beringin tersebut.
“Adanya keluarga Cendana dalam hal ini Tommy Soeharto untuk menyelesaikan masalah di tubuh Golkar makin tidak jelas. Golkar bakal semakin hancur,” ungkap Kholis Ridho, pakar politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Ciputat kepada indopos.co.id, Selasa (28/4).
Menurut Kholis, saat ini di Partai Golkar tidak hanya terdapat kubu Aburizal Bakrie (Ical) dan Agung Laksono. Namun, terdapat keluarga Cendana yang ingin mengambil alih partai tertua di Indonesia itu. Dalam posisi ini, perang di tubuh Golkar akan semakin seru.
“Golkar kini sudah ada tiga kubu. Ical, Agung Laksono dan Tommy Soeharto. Meski kubu Ical dikabarkan merapat ke keluarga Cendana, kita tidak tahu pasti,” tuturnya.
Dia menguraikan, melihat konflik dan kondisi Partai Golkar yang tidak bersekudahan, menunjukan Golkar sudah mulai kehilangan sosok figur pemimpin. Kedua kubu juga tidak ingin saling mengalah ketika proses hukum telah menetapkan salah satu kubu sebagai pemenang maupun sebaliknya.
“Mereka tidak akan saling mau mengalah. Kubu ini dan kubu itu mengaku mereka adalah orang yang membesarkan Golkar,” tukasnya.
Kholis juga menyatakan, masalah ini merupakan dinamika dalam organisasi politik. Namun, ketika terus dibiarkan terjadi dan tidak berkesudahan, konflik di Partai Golkar berkepanjangan dan akan semakin parah. “Kalau mencari titik penengah tidak ada, paling utama yang harus dilakukan adalah saling merangkul dan bila perlu salah satu pihak legowo,” imbuhnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar